BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak adalah istilah yang tidak asing lagi
bagi kita. Pajak merupakan pungutan wajib bagi semua wajib pajak yang telah
diatur oleh Undang-Undang tetang perpajakan. Peranannya sangatlah penting dalam
pengembangan suatu Negara khususnya Indonesia. Karena itu di Indonesia banyak
Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan yang menjelaskan tentang
pajak. Ari periode ke periode peraturan tentang pajak selalu mengalami
perubahan, begitupun di Indonesia. Sehingga muncullah istilah-istilah baru
tentang perpajakan yang harus diketahui oleh orang banyak. Selain itu perlu
diketahui pula bahwa sebagian besar penduduk Indonesia yang belum mempunyai
NPWP, padahal NPWP tersebut sangat penting bagi pembangunan Negara. Maka dari
itu kami kelompok 2 akan membahas tentan Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)?
2.
Apa itu Surat Pemberitahuan (SPT)?
3.
Apa itu sarana, batas waktu
pembayaran/penyetoran pajak?
4. Apa-apa
saja sanksi keterlambatan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang?
5. Apa-apa
saja sanksi administrasi dan sanksi pidana terkait SPT dan NPWP?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui apa itu Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP).
2.
Untuk mengetahui apa itu Surat Pemberitahuan
(SPT).
3. Untuk
mengetahui apa itu sarana, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak.
4. Untuk
mengetahui apa-apa saja sanksi keterlambatan pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang.
5. Untuk
mengetahui apa-apa saja sanksi administrasi dan sanksi pidana terkait SPT dan
NPWP.
BAB II
PEMBAHASAN
A. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
1. Pengertian dan Fungsi NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang
dipergunkan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap
Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP dan NPWP tersebut berfungsi :
- Sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
- Untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan.
2. Cara Memperoleh NPWP
Setiap Wajib Pajak yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan pada Kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/tempat
kedudukan Wajib Pajak untuk di catat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus
kepadanya diberikan NPWP.
Wajib Pajak yang telah terdaftar yaitu Wajib
Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan
telah diberikan NPWP yang terdiri dari 15 digit : yaitu 9 digit pertama
merupakan kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi
pajak. Kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP.
3. Kewajiban Mendaftarkan Diri dan
Pelaporan Kegiatan Usaha
Masalah kewajiban mendaftarkan diri diawali
dari dasar Pasal 2 UU No. 28 Tahun2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) yang menyatakan bahwa “ Setiap Wajib Pajak wajib mendaftar
diri pada Kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP”.
Kewajiban mendaftarkan diri juga diberlakukan
terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak terpisah dari suami karena hidup
terpisah berdasarkan putusan hakim atau kehendak sendiri secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Terhadap Wajib Pajak
yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai
perundang-undangan perpajakan.
4. Penghapusan NPWP
NPWP dapat dihapus tetapi dengan penghapusan
NPWP ini tidak berarti menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan.
Penghapusan NPWP dilakukan karena dalam hal
sebagai berikut :
a. Wajib
Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
b. Wanita
kawin tidak dengan perjanjian pemisahaan harta dan penghasilan.
c. Warisan
belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi.
d. Wajib
Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Bentuk
usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai Bentuk Usaha
tetap.
f. Wajib
Pajak Orang Pribadi lainnya selain yang dimaksudkan pada a dan b yang tidak
memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak.
B. SURAT PEMBERITAHUAN
1. Pengertian Surat Pemberitahuan
Pasal
1 angka 11 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,
objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada
tingkat dibawahnya seperti peraturan menteri keuangan.
2. Fungsi Surat
Pemberitahuan
Seperti dalam batasan SPT diatas bahwa Wajib
Pajak dalam melaporkan perhitungan pajaknya dan atau pembayaran pajaknya
menggunakan SPT. Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi
setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas, dalam
Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang
rupiah dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditatapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan ini menegaskan fungsi SPT
bagi Wajib Pajak
a. Bagi
Pengusaha
Bagi
pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana melaporkan
dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang :
- Pembayaran/pelunasan
pajak yang telah dilaksanakan sendiridan atau melalui pemotongan/pemungutan
pihak lain dalam 1 tahun pajak/bagian tahun pajak.
- Penghasilan
yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak.
- Harta
dan kewajiban dan atau
- Pembayaran
dari pemotongan/pungutan tentang pemotongan/pemungutan pajak orang
pribadi/badan lain dalam 1 masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-perundangan perpajakan.
b. Bagi
Pengusaha Kena Pajak
Bagi
Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang
:
- Pengkreditan
Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan
- Pembayaran/pelunasan
pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau
melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
c. Bagi
Pemotong/Pemungut Pajak
Bagi
Pemotong/Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong/dipungut dan
disetorkan. Pengertian pengisian SPT dimaksudkan yaitu mengisi formulir SPT
dalam bentuk kertas dan atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap,
jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan istilah benar, lengkap dan jelas dalam mengisi SPT adalah
:
- Benar
yaitu benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan dan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya:
- Lengkap
yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan
unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan dan,
- Jelas
yaitu melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain
yang harus dilaporkan dalama SPT.
3. Jenis
dan Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT)
Jenis SPT
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007
meliputi :
a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu
tahun pajak/bagian tahun pajak.
b. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu masa pajak yang
terdiri atas :
-
SPT
Masa Pajak Penghasilan.
-
SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai dan,
-
SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi
pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Dari jenis SPT
baik SPT Tahunan maupun SPT Masa berbentuk :
a. Formulir kertas (hardcopy) atau
b. e-SPT yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk
elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang
disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
4. Isi
Surat Pemberitahuan
a. SPT
Tahunan
Suatu SPT
terdiri dari SPT induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Untuk data dasar (formal) SPT paling sedikit memuat :
- Nama Wajib Pajak, NPWP dan alamat Wajib Pajak.
- Masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
bersangkutan dan,
- Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
Disamping data
dasar (data formal) juga terdapat/memuat data materiil
mengenai :
-
Jumlah
peredaran usaha,
-
Jumlah
penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
-
Jumlah
penghasilan kena pajak.
-
Jumlah
pajak yang terutang.
-
Jumlah
kredit pajak.
-
Jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak.
-
Jumlah
harta dan kewajiban.
-
Tanggal
pembayaran Pajak Penghasilan (Pasal 29) dan,
-
Data
lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
b. SPT
Masa
Dalam SPT Masa
disamping data dasar berisi pula data materiil untuk SPT Masa Pajak Penghasilan
meliputi :
-
Jumlah
objek pajak, jumlah pajak yang terutang dan atau jumlah pajak dibayar.
-
Tanggal
pembayaran/penyetoran dan,
-
Data
lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
Sedangkan untuk
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dipisahkan dengan SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai bagi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut :
1. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai meliputi :
-
Jumlah
penyerahan.
-
Jumlah
Pajak Keluaran.
-
Jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
-
Jumalah
kekurangan atau kelebihan pajak.
-
Tanggal
penyetoran dan,
-
Data
lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut PPN
memuat :
-
Jumlah
dasar pengenaan pajak.
-
Jumlah
pajak yang dipungut.
-
Jumlah
pajak yang disetor.
-
Tanggal
pemungutan.
-
Tanggal
penyetoran dan,
-
Data
lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
5. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Terhadap SPT yang telah diisi selanjutnya
Wajib Pajak menyampaikan SPT tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat dilakukan :
a. Secara
langsung.
b. Melalui
pos dengan bukti pengiriman surat, atau
c. Cara
lain.
Penyampaian SPT cara lain ini dilakukan :
a. Melalui
perusahaan jasa ekspedisi / jasa kurir (perusahaan yang berbentuk badan hukum
yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman SPT ke
Direktorat Jenderal Pajak) dengan bukti pengiriman surat, atau.
b. e-Filling
melalui ASP (application service provider).
ASP
atau penyedia jasa aplikasi ini sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi yang
telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang
dapat menyalurkan penyampaian SPT atau pemberitahuan perpajakan SPT Tahunan
secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
6. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan
Sesuai Pasal 3 Ayat (3) Undang-Undangan Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010 Tanggal
5 April 2010, batas waktu penyampaian SPT diatur :
a. Untuk
SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.
b. Untuk
SPT Tahunan, paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
C. SARANA, BATAS WAKTU,
PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK.
1. Sarana Pembayaran/Penyetoran Pajak
Sarana Wajib Pajak dalam membayar dan
menyetor pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dimaksudkan sebagai
surat oleh Wajib Pajak digunakan untuk pembayaran/penyetoran pajak yang
terutang ke kas negara dilakukan di Kantor Pos/sebagai bukti pembayaran pajak
apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang
berwenang/telah mendapatkan validasi sebagai tanda sahnya SSP/sarana
administrasi lain yaitu telah divalidasi dengan nomor Transaksi Penerimaan
Negara (NTPN).
2. Batas Waktu Pembayaran/Penyetoran Pajak.
Batas waktu pembayaran/penyetoran pajak
diatur dengan mengacu pada Peraturan menteri keuangan Nomor 80/PMK.03/2010
Tanggal 5 April 2010 yang berlaku per 1 April 2010 sebagai penyempurnaan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 sebagai mana tercantum dalam
bagan sebagai berikut :
No.
|
Jenis
Pemotongan/Pemungutan
|
Batas Waktu
Pembayaran/Penyetoran/
Pelusanan
|
1.
|
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh
pemotong PPh.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh
Materi Keuangan.
|
2.
|
PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak.
|
Harus dibayar paling lambat tanggal 15
bulan berikut setelah masa pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Materi
Keuangan.
|
3.
|
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh pemotong
PPh.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
4.
|
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
5.
|
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong
PPh.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
6.
|
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong
oleh pemotong PPh.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
7.
|
PPh Pasal 23
|
Harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
|
8.
|
PPh Pasal 22, PPN atau PPn dan PPnBM atas
Impor
|
Harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda/dibebankan, PPh Pasal
22, PPN/PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean impor.
|
9.
|
PPh Pasal 22, PPN atau PPnBM atas Impor
yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
|
Harus disetor dalam jangka waktu 1 hari
kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
|
10.
|
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara
|
Harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barangyang dibiayai dari hari belanja
negara/belanja daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama
rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
|
11.
|
PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar
minyak, gas dan pelumas kepada penyalur/agen/industri yang dipungut oleh
Wajib Pajak Bdan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas
dan pelumas
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
12.
|
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan
oleh Wajib Pajak Badan tertentu sebagai pemungut pajak.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
13.
|
PPN yang terutang atas kegiatan membangun
sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
13a.
|
PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan barang/jasa
tersebut.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
14.
|
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai pemungut PPN
|
Harus disetor paling lambat tanggal 7 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
14a.
|
PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut
PPN.
|
Harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
|
15.
|
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan
oleh pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah yang ditunjuk.
|
Harus disetor paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
|
16.
|
PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu (Pasal 3 ayat (3b) UU KUP) yg melaporkan bebrapa masa pajak
dalam satu Surat Pemeberitahuan Masa
|
Harus dibayar paling lama pada akhir masa
pajak terakhir.
|
17.
|
Pembayaran masa selainPPh Pasal 25 bagi Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu (pasal 3 ayat (3b) UU KUP) yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa
|
Harus dibayar paling lama sesuai dengan
batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
|
D.
SANKSI
KETERLAMBATAN PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK YANG TERUTANG
Menteri Keuangan mempunyai kewenangan
menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang sebagai
batas waktu untuk suatu saat atau masa pajak masing-masing jenis pajak, paling
lambat 15 hari setelah saat terutangnya pajak/berakhirnya masa pajak.
Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran berakibat dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.
Sebagai contoh, angsuran masa Pajak
Penghasilan (PPh Pasal 25).
PT.
Aman untuk tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juli 2008 sebesar Rp.10.000.000,00 per
bulan. Ternyata PPh pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tanggal 18 Juli 2008. Pada
tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, maka perhitungan sanksi
bunga dalam Surat Tagihan Pajak (STP) dihitung untuk 1 bulan = 1 x 2% x
Rp.10.000.000,00 = Rp.200.000,00.
Pasal 9 ayat (2) UU KUP mengatur pula batas
waktu pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasrkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan yaitu harus dibayar lunas sebelum SPT Pajak Penghasilan
disampaikan/yang dikenal dengan Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29).
Apabila Wajib Pajak membayar atau menyetor PPh Pasal 29 setelah tanggal jatuh
tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
Demikian pula untuk SPT, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Penijauan Kembali,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi
dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan. Khusus Wajib Pajak usaha
kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan dimaksud
diperpanjang paling lambat menjadi 2 bulan yang ketentuannya diatur
dengan/berdasarkan Peraturan Meteri Keuangan.
E.
SANKSI
ADMINISTRASI DAN SANKSI PIDANA TERKAIT SPT DAN NPWP
Kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi
administrasi dan atau sanksi pidana.
1. Apabila
Surat Pemberitahuan Wajib Pajak tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan/batas waktu perpanjangan SPT dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp.500.000,00 untuk SPT Masa PPn Rp.100.000,00 untuk SPT Masa
lainnya Rp.1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Rp.100.000,00.
2. Pasal
38 UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang
KUP menyatakan bahwa, apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT/menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara. Didenda paling sedikit 1 x jumlah pajak terutang yang
tidak/kurang dibayar dan paling banyak 2 x jumlah pajak terutang yang
tidak/kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling
lama 1 tahun.
3. Pasal
39 UU No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang
KUP menyatakan bahwa, apabila dengan sengaja Wajib Pajak tidak menyampaikan
SPT/menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap/melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 x
jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak 4 x jumlah
pajak terutang yang tidak/kurang dibayar. Untuk mencegah adanya pengulanangan
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun sejak selesainya
menjalani sebagian/seluruh pidana penjara yang dijatuhkan dikenai pidana lebih
berat yaitu ditambahkan 1 x menjadi 2x sanksi pidana yang diatur diatas.
4. Setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan /
menggunakan tanpa hak NPWP/Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagai mana
dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf b UU KUP/penyampaian SPT dan atau keterangan
yang isinya tidak benar/tidak lengkap, sebagai dimaksud oleh pasal 39 ayat (1)
huruf d UU KUP, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi/melakukan
kompensasi pajak/pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 x jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan
dan paling banyak 4 x jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
kompensasi/pengkreditan pajak yang dilakukan. Oleh karenanya, percobaan
melakukan tindakan pidana tersebut merupakan delik tersendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang
dipergunkan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Setiap Wajib Pajak yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan pada Kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/tempat
kedudukan Wajib Pajak untuk di catat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus
kepadanya diberikan NPWP.
Wajib Pajak yang telah terdaftar yaitu Wajib
Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan
telah diberikan NPWP yang terdiri dari 15 digit : yaitu 9 digit pertama
merupakan kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan kode administrasi
pajak. Kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP.
Masalah kewajiban mendaftarkan diri diawali
dari dasar Pasal 2 UU No. 28 Tahun2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) yang menyatakan bahwa “ Setiap Wajib Pajak wajib mendaftar
diri pada Kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP”.
Kewajiban mendaftarkan diri juga diberlakukan
terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak terpisah dari suami karena hidup
terpisah berdasarkan putusan hakim atau kehendak sendiri secara tertulis
berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Terhadap Wajib Pajak
yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dikenakan sanksi sesuai
perundang-undangan perpajakan.
Pasal
1 angka 11 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak,
objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengaturan SPT tersebut selanjutnya dimuat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan aturan pelaksanaan pada
tingkat dibawahnya seperti peraturan menteri keuangan.
Kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU sehubungan dengan SPT dikenakan sanksi
administrasi dan atau sanksi pidana.
B.
SARAN
Setelah mempelajari makalah ini hendaklah
kita sadari akan kewajiban kita untuk membayar pajak, agar pembangunan di
segala sektor yang ada di Negara kita ini dapat berjalan dengan lancar sehingga
bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahkuliahstai.blogspot.co.id/2016/04/ketentuan-umum-dan-tata-cara-perpajakan.html?m=1
Waluyo.2011.perpajakan Indonesia.salemba empat
Waluyo.2011.perpajakan Indonesia.salemba empat
0 komentar:
Posting Komentar